Kasus Interaksi Sosial : Konflik Antara Mahsa Amini dengan Polisi Moral Iran
Sebelumnya, saya akan menjelaskan pada blog ini tentang Interaksi sosial yang terjadi didalam masyarakat. Interaksi sosial itu terdiri dari asosiatif dan disasosiatif. Namun pada kesempatan kali ini saya memilih topik Interaksi sosial yang berkaitan dengan diasosiatif konflik. Disasosiatif konflik sendiri merupakan proses sosial dimana individu atau kelompok berusaha memenuhi tujuan dengan jalan menantang pihak lawan yang disertai dengan ancaman atau kekerasan.
Perkenalan Topik
Beberapa waktu belakang, ada demo di Iran yang terjadi besar-besaran. Demo yang terjadi di Iran didominasi oleh kaum wanita. Kaum wanita ini dengan sengaja menggunting rambut mereka dan melepas hijab bahkan sampai membakarnya dalam aksi demo tersebut. Didalam demo ini, mereka memprotes sebuah konflik dari aksi polisi moral Iran dengan Mahsa Amini yang berujung kematian wanita tersebut. Demo ini sempat viral di sosial media juga memakan banyak korban. Lalu konflik apa yang terjadi antara polisi moral Iran dengan Mahsa Amini? Berikut penjelasannya.
Kronologis Kasus Kematian Mahsa Amini dengan Polisi Moral Iran
Seorang perempuan berumur 22 tahun asal Iran, Mahsa Amini
meninggal secara misterius setelah ditahan oleh polisi setempat. Mahsa
diketahui sedang melakukan kunjungan ke rumah kerabatnya di Teheran dari
wilayah Kurdistan. Mahsa pergi bersama dengan adik laki-lakinya, Kiarash.
Namun, ia dihentikan oleh polisi moral yang bertugas memantau cara perempuan
Iran berpakaian, seperti berhijab.
Mahsa ditangkap oleh polisi moralitas Iran pada Selasa
(13/09/2022) setelah mereka menemukannya melanggar aturan berpakaian, yaitu
mengharuskan perempuan mengenakan penutup kepala. Mahsa dianggap tidak
menggunakan penutup kepala atau hijab sesuai syariat dan aturan yang berlaku. Jika
melihat foto Mahsa yang beredar di media sosial, gaya berjilbab yang dikenakan
olehnya memang bukan hijab yang tertutup rapat tetapi pakaian yang dikenakan
Mahsa Amini tidak ketat.
Dilansir dari IranWire, keluarga Mahsa mengatakan bahwa polisi menculik Amini dan membawanya ke mobil polisi. Lebih lanjut, mengutip CNN (21/09/2022) saudara Mahsa, Kiarash, sempat berupaya menggagalkan tindakan polisi. Namun, polisi mengatakan Mahsa bakal diedukasi ulang selama satu jam di kantor polisi. Ketika ia menunggu Mahsa di kantor polisi, Kiarash mengaku melihat satu ambulans muncul dan secara rahasia membawa Amini ke rumah sakit, tetapi akhirnya ia meninggal pada hari Jumat (16/09/2022), setelah koma selama tiga hari. Dalam unggahan Instagram yang sekarang telah dihapus, rumah sakit tersebut mengklaim bahwa Mahsa mengalami cedera otak pada saat kedatangan. Polisi juga mengaku ketika sedang di dalam tahanan, Mahsa pingsan setelah berdebat dengan salah satu polisi.
Pihak kepolisian menyangkal Mahsa dianiaya, seraya mengklaim
bahwa kematiannya disebabkan karena serangan jantung dan mati otak. Kedutaan besar
Iran untuk Indonesia, Mohammad Azad membantah Amini meninggal karena kekerasan.
Direktur Jenderal Badan Kepolisian Forensik Provinsi Tehran
mengklaim hasil autopsi tak menunjukkan jejak pendarahan, penghancuran, atau
organ dalam tubuh yang pecah. Namun, keluarganya mengatakan dia tidak memiliki
catatan penyakit, terutama penyakit jantung. Pihak keluarga juga menambahkan
Mahsa dalam keadaan sehat ketika ditangkap.
Kemudian Ayah Mahsa dengan sengit menentang tuduhan ini, dengan mengatakan ia yakin rekaman CCTV itu telah diedit secara berlebihan, yang bertentangan dengan laporan memar dan juga keterangan dari saksi mata. Sebagai bapak yang membesarkannya selama 22 tahun, ayah Mahsa katakan dengan lantang bahwa Mahsa tidak memiliki penyakit apapun. Ia dalam kesehatan yang sempurna.
Situasi Demo Atas Kasus Mahsa Amini
Warga yang marah melakukan demonstrasi sejak lima hari terakhir. Awalnya, demo dilakukan di wilayah barat laut Iran, namun kini menyebar di 50 kota besar dan kecil negara itu. Dalam update terbaru Rabu waktu setempat, pihak berwenang Iran dan kelompok hak asasi Kurdi melaporkan peningkatan jumlah korban tewas. Meski data berbeda-beda.
Bukan hanya itu, pemerintah juga kini mematikan jaringan
internet. NetBlocks dan sejumlah penduduk mengatakan akses telah dibatasi ke
Instagram. Perlu diketahui media sosial itu adalah satu-satunya platform utama
yang biasanya diizinkan Iran dan yang memiliki jutaan pengguna. Beberapa
jaringan telepon seluler telah ditutup. Dan pengguna WhatsApp juga mengatakan
mereka hanya dapat mengirim teks, bukan gambar. Sementara Hengaw mengatakan
akses ke internet telah terputus di provinsi Kurdistan, tempat awal demo.
Kesimpulan
Kematian Mahsa yang dianggap misterius dan tidak transparan
menimbulkan banyak protes besar-besaran di Iran. Bahkan, sudah hampir seminggu
sejak kematian Mahsa dan para masyarakat terus melakukan protes. Para pedemo
melakukan aksi membuka dan membakar hijab sebagai bentuk protes kepada
pemerintah.Tidak hanya itu, para pedemo juga terus menyerukan "Perempuan,
hidup, kebebasan” berulang kali.
Ini juga bukan tentang ajarannya atau jilbab nya, tapi ini
tentang aturan represif dan otoriter yang terjadi di Iran. Para perempuan
merasa terbebani dengan peraturan yang ada karena dianggap terlalu mencampuri
urusan pribadi perempuan. Banyak juga orang-orang
Iran yang sudah lelah dengan peraturan otoriter di negaranya, karena bukan
hanya peraturan mengenai pakaian saja tetapi masih banyak peraturan yang tidak
memberi keleluasaan bagi perempuan di Iran.
Jadi dengan protes yang dilakukan ini, dapat diketahui hal pertama yang manusia lakukan adalah beradaptasi dengan tata cara hidup dengan orang lain untuk bertahan hidup. Belajar batasan-batasan apa yang baik dan tidak baik dalam berhubungan dengan orang lain. Dan perlu diingat, agama ada sebagai pedoman untuk hidup manusia, salah satu yang agama ajarkan adalah bagaimana cara memanusiakan manusia.
Sumber :
harper bazaar // prambors // CNN
Komentar
Posting Komentar